Jumat, 13 Juli 2018

Kepemimpinan Mahatma Gandhi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Niti Sastra berasal dari kata Niti dan Sastra. Kata Niti yang berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “ni” dan “ktin” berarti “to lead, memimpin”. Kamus Kecil Sanskerta-Indonesia menjelaskan bahwa kata “ni” berarti menuntun atau memimpin atau hal memimpin. Kemudian kata “Niti” diartikan sebagai kemudi, pimpinan. Sedangkan kata Sastra berarti ajaran atau ilmu. Oleh karena itu secara etimologis Niti Sastra sebenarnya diartikan sebagai ilmu kepemimpinan. Niti Sastra juga mengandung ajaran kepemimpinan yang bersifat umum dan praktis berlandaskan ajaran Agama Hindu. (Suhardana, 2008 : 6)
Pemimpin memainkan peranan yang sangat menentukan kiprah suatu organisasi di tengah-tengah masyarakat. Disamping tentunya faktor-faktor adanya tujuan yang jelas dan benar sebagai sumber motivasi untuk berjuang dan mengabdi, serta adanya program yang terarah, realistik dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh, mempunyai sarana baik berupa organisasi yang baik, dukungan dana yang memadai dan mempunyai kader yang handal sebagai motor penggerak organisasi. Integritas pribadi, visi dan karakter seorang pemimpin dengan corak dan gaya kepemimpinannya sangat besar pengaruhnya pada dinamika kehidupan organisasi. Maju mundurnya organisasi dipengaruhi oleh kepemimpinan para pemimpinnya dalam mengemban tugas kepemimpinan. Tanpa kepemimpinan yang handal, penuh dedikasi, memiliki komitmen pada cita-cita dan berwibawa, sulit dibayangkan bahwa suatu organisasi akan mampu bergerak menuju cita-citanya. (Oka Mahendra, 2001 : 1).
Dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai kepemimpinan Mahatma Gandhi, dimana Mahatma Gandhi yang memiliki nama lengkap Mohandas Karamchand Gandhi merupakan salah satu tokoh pemimpin yang dikenal mampu mengubah dan menginspirasi dunia. Ia telah mendarmabaktikan pemikiran dan hidupnya untuk memajukan dunia, mewujudkan perdamaian abadi yang dilandasi kebenaran, keadilan dan cinta kasih yang tulus. Dalam situasi masyarakat yang dihantui oleh berbagai tindak kekerasan yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di bumi Nusantara ini. Ajaran Gandhi tentang Satyagraha dan Ahimsa sangat relevan untuk ditelaah dan diamalkan.
 1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, adapun beberapa masalah yang timbul dan perlu diungkapkan sebagai rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apakah yang dimaksud dengan kepemimpinan ?
2.      Bagaimanakah biografi dari Mahatma Gandhi ?
3.      Apa sajakah ajaran-ajaran dari kepemimpinan Mahatma Gandhi ?
4.      Apa sajakah prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan yang dianut oleh Mahatma Gandhi ?
5.      Mahatma Gandhi termasuk dalam tipe kepemimpinan apa ?
1.3  Tujuan dan Manfaat Masalah
Adapun tujuan serta manfaat dari masalah yang akan kami bahas adalah sebagai berikut :
1.      Untuk dapat mengetahui dan memahami pengertian dari kepemimpinan.
2.      Untuk dapat mengetahui dan memahami biografi dari Mahatma Gandhi.
3.      Untuk dapat mengetahui dan memahami ajaran-ajaran dari kepemimpinan Mahatma Gandhi.
4.      Untuk dapat mengetahui dan memahami prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan yang dianut oleh Mahatma Gandhi.
5.      Untuk dapat mengetahui dan memahami Mahatma Gandhi termasuk dalam tipe kepemimpinan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kepemimpinan
Secara umum kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang berarti bimbing atau tuntun. Dari kata pimpin tersebut lahirlah kata kerja memimpin yang artinya membimbing atau menuntun, dan kata benda memimpin yang berarti orang yang berfungsi memimpin atau menuntun orang banyak. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengkordinasikan dan mengarahkan beberapa orang serta golongan. Maka pimpinan itu harus mempunyai kemampuan untuk mengkoordinasikan, mengadakan perencanaan, mampu menggerakkan serta dapat melakukan pengawasan. Pendapat lain mengatakan bahwa kepemimpinan adalah tindakan pemimpin menurut tugas dan fungsi pokoknya.
Untuk dapat menggerakkan beberapa orang pelaksana, seorang pemimpin harus memiliki kelebihan daripada orang yang dipimpin. Misalnya kelebihan menggunakan pikirannya, rohaniah dan badaniah. Howard W. Hoyt dalam bukunya Aspect Of Modern Public Administration mengatakan bahwa kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemampuan untuk membimbing beberapa orang. Ada pula yang mengatakan bahwa pemimpin adalah seseorang yang dapat mempengaruhi dan membimbing orang lain, sehingga tergerakkan untuk turut mengikuti kemauannya dengan ikhlas untuk mencapai suatu tujuan bersama. Jadi pemimpin itu adalah orang yang mempunyai kelebihan tertentu dari orang sekitarnya, sehingga ia menjadi pemimpin dalam bidangnya.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu cara untuk mempengaruhi dan membimbing orang sedemikian rupa, sehingga mendapatkan kepatuhan dan ikhlas untuk dapat menunaikan tugas. George R. Terry  dalam bukunya Principle of Management mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan kelompok.
Setiap organisasi memerlukan kepemimpinan yang bukan saja mampu melahirkan gagasan-gagasan pembaruan, tetapi juga mampu berbuat atau melahirkan karya yang bermanfaat bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan cita-cita bersama dengan mengerahkan sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien. Seorang pemimpin selain harus mengetahui apa yang benar juga harus dapat melakukan apa yang benar, agar tujuan yang hendak diwujudkan dapat dicapai dengan cara-cara yang benar, sesuai dengan dharma dan dapat dipertanggungjawabkan secara konstitusional, politis maupun etis.

2.2 Biografi Mahatma Gandhi
Mohandas Karamchand Gandhi atau juga dipanggil Mahatma Gandhi dalam bahasa Sansekerta yang berarti jiwa agung adalah seorang pemimpin spiritual dan politikus dari India. Pada masa kehidupan Gandhi, banyak negara yang merupakan koloni Britania Raya. Penduduk di koloni-koloni tersebut mendambakan kemerdekaan agar dapat memerintah negaranya sendiri. Gandhi adalah salah seorang yang paling penting yang terlibat dalam Gerakan Kemerdekaan India. Dia adalah aktivis yang tidak menggunakan kekerasan, yang mengusung gerakan kemerdekaan melalui aksi demonstrasi damai. Gandhi adalah sosok yang sangat peduli dengan berbagai bentuk penindasan dan kekerasan dalam masyarakat. Pergulatan kehidupannya baik di India maupun di Afrika telah mendorongnya untuk menjadi pejuang yang terkenal dengan gerakan antikekerasan. Perjalanan  hidupnya yang penuh dengan “derita”, di caci maki dan dihina serta di penjara oleh kolonian inggris menjadi pemberi semangat untuk tetap berjuang menegakkan peradaban yang penuh kedamaian, tanpa kekerasan. Penderitaan orang lain, akibat perang dan konflik, telah mengusik nurani kemanusiaannya bahwa semua itu harus dihentikan.
2.2.1 Masa Kecil Mahatma Gandhi
Mohandas Karamchand Gandhi adalah nama yang diberikan ketika seorang bayi laki-laki dilahirkan di Porbander, sebuah kota di pesisir pantai yang sekarang dikenal dengan nama Gujarat, India Barat pada tanggal 2 Oktober 1869. Ayahnya bernama Karamchand Gandhi berasal dari komunitas Hindu Modh adalah seorang diwan atau perdana menteri dari kerajaan Porbander. Ibunya bernama Pudibai, berasal dari komunitas Hindu Pranami Vaishnava dan merupakan istri keempat dari Karamchand Gandhi. Sedangkan 3 istri terdahulunya meninggal ketika melahirkan bayi. Tumbuh dengan ibu yang beriman dan tradisi agama yang kuat, Mahatma Gandhi muda telah menyerap nilai-nilai kehidupan yang kelak menjadi dasar hidupnya, diantaranya rasa belas kasihan terhadap makhluk hidup, vegetarian, puasa untuk pemurnian diri, dan toleransi antar umat beragama.
Di bulan Mei 1883, Mahatma Gandhi (13 tahun) menikah dengan Kasturbai Makhanji (14 tahun) dalam pernikahan yang diatur oleh orang tuanya. Berdasarkan kepercayaan pengantin wanita lebih banyak tinggal di rumah orang tua mempelai wanita dan jauh dari suaminya, Mahatma Gandhi. Pada tahun 1885, Mereka dikaruniai seorang anak namun hanya bertahan beberapa hari. Pada tahun itu juga ayah dari Mahatma Gandhi meninggal dunia.
2.2.2 Masa dewasa Mahatma Gandhi
Mahatma dan Kasturba memiliki 4 anak lagi yaitu Harilal lahir tahun 1888, Manilal lahir tahun 1892, Ramdas lahir tahun 1897 dan Devdas lahir tahun 1900. Walaupun sudah menikah, Mahatma Gandhi tetap mendapatkan pendidikan SMP dan SMA. Bahkan Beliau melanjutkan kuliah di Universitas Samaldas College di Ahmedabad. Tidak puas belajar di universitas tersebut membuat ia melanjutkan studinya ke Inggris pada tahun 1887. Ia masuk di Samaldas College Bhavnagar. Merasa kesulitan dalam mengikuti kuliah-kuliahnya, pada akhir kuartal pertama ia memutuskan untuk pulang. Kebetulan sekali seorang Brahmana yang menjadi penasihat keluarga Gandhi bernama Mavji Dave menganjurkan Gandhi untuk melanjutkan studi ke Inggris, alasannya supaya Gandhi kelak bisa menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Gadi. Tawaran Mavji Dave diterima oleh Gandhi dengan tangan terbuka.
Di Inggris, Gandhi mengalami kesulitan makanan, karena ia telah berjanji bahwa selama tinggal di London tidak akan makan daging. Ia selalu berpikir tentang rumah dan negerinya serta keluarganya, sehingga di London ia merasa asing. Selama di London, Gandhi mengikuti perkumpulan vegetarianisme dan ia dipilih menjadi anggota Badan Pelaksana. Disinilah ia berhubungan dengan orang-orang yang dianggap soko guru vegetarianisme. Gandhi belajar Ilmu Hukum dalam waktu yang relatif cepat selama di Inggris. Setelah dua tahun delapan bulan berada di Inggris, Gandhi melewati ujian akhirnya di Inner Temple Inn Of Court di London, dan dipanggil ke sidang dalam bulan Juni 1891.
Gandhi adalah seorang yang produktif dan cara belajarnya metodis. Di sana ia tidak hanya belajar menjadi hakim saja, tetapi juga belajar cara hidup di Eropa, dan belajar bahasa Francis, Latin, Ilmu Alam dan Hukum Adat serta Hukum Romawi. Pada usia 22 tahun Gandhi telah menyelesaikan semua pelajarannya dengan baik. Peristiwa yang membuatnya berduka adalah ketika kembali ke India, ia menemui kenyataan bahwa ibunya telah tiada. Bagi Gandhi, ibunya banyak meninggalkan pengaruh spiritual yang dalam bagi dirinya. Gandhi lalu mengadakan penghormatan terhadap ibunya sesuai dengan keyakinan dan mengembangkan ajaran-ajaran ibunya tentang kedamaian dan tanpa kekerasan yang dijiwai oleh keyakinan agamanya.
Pada tahun 1893 Gandhi ditawari pekerjaan untuk mewakili pedagang India yang kaya raya di Afrika Selatan. Kesempatan yang sangat baik bagi Gandhi untuk dijadikan sebagai titik awal mengubah keadaan hidupnya. Itulah sebabnya ia memutuskan berangkat ke Afrika Selatan, pada saat kondisi masyarakat Afrika Selatan sedang carut marut dan terkotak-kotak.

2.2.3 Pergerakan sipil di Afrika selatan (1893–1914)
Afrika Selatan saat itu sedang dilanda konflik antara ras, kulit hitam dan kulit putih. Saat Gandhi tiba di Afrika Selatan mereka sedang terlibat perang saudara yang sangat sengit. Komunitas India yang berjumlah lebih dari ratusan ribu dipandang rendah, dan mereka didatangkan ke Afrika Selatan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang rendah dan tak menyenangkan, yang takkan dilakukan oleh orang berkulit hitam, terutama pekerjaan di ladang pertanian dan perkebunan tebu. Realitas ketertindasan komunitas India banyak ditemukan di Afrika Selatan saat itu.
Selama di Afrika Selatan, Gandhi melihat dan menyaksikan begitu banyak derita dan siksaan serta diskriminasi yang menimpa komunitas India. Beberapa peraturan dan undang-undang pemerintah dibuat untuk membatasi dan menyerang orang-orang Indi, serta menghilangkan hak-hak mereka untuk memilih, memiliki tanah dan bergerak secara bebas.
Pengalaman pedih di Afrika Selatan membuat Gandhi mulai melakukan perlawanan dengan membuat gagasan pertamanya sekaligus menjadi gerakan perjuangannya Satyagraha. Satyagraha yang berarti kekuatan kebenaran atau kekuatan kasih sayang. Satyagraha merupakan usaha mempertahankan kebenaran bukan dengan hukuman yang menderitakan lawan, namun dengan hukuman terhadap diri sendiri.

2.2.4 Pergerakan kemerdekaan India
Pergerakan di Afrika Selatan tersebut membuka jalan bagi pergerakan memperjuangkan kemerdekaan India. Beliau bahkan mengambil peran dalam perang Zulu di afrika. Di tahun 1915 Mahatma Gandhi pulang ke India. Beberapa pergerakan dilakukan untuk memperjuangkan kemerdekaan India. Gandhi menjalankan konsep tanpa kekerasaan dan perdamaian sebagai “senjata” untuk melakukan pergerakan terhadap Inggris. Tahun 1946, Gandhi menyarankan anggota kongres untuk menolak proposal yang diajukan oleh pemerintah Inggris. Walaupun demikian ini adalah salah satu dari beberapa kali kongres menolak nasehatnya. Walaupun Nehru dan Patel mengetahui jika kongres menolak proposal itu maka kontrol pemerintah akan berpindah ke Liga Muslim. Antara tahun  1946-1948 ini, sekitar 5000 orang terbunuh dalam kekerasan ini.
Gandhi sangat menentang ide untuk membagi India menjadi 2 negara. Pertumbuhan penduduk muslim di India yang hidup berdampingan dengan Hindu dan Sikh menjadi tersekat. Apalagi Muhammad Ali Jinnah, pemimpin liga Muslim, mendukung penyebaran di Punjab Barat, Sindh, Propinsi frontier barat daya, dan Bengal Timur. Rencana penyekatan disetujui oleh kongres untuk menghindari perang sipil di India. Walaupun demikian kongres tetap berusaha untuk meminta dukungan dari Mahatma Gandhi yang pasti menolaknya. Dengan bantuan kolega terdekat Gandhi, Beliau akhirnya luluh dan menyetujui petisi tersebut.
Mahatma Gandhi sering memimpin pertemuan antara pemimpin Muslim dan Hindu. Namun dalam perang India-Pakistan tahun 1947, Gandhi mempermasalahkan pemerintah yang menolak membayar 250juta rupee kepada Pakistan. Pemimpin seperti Sardar Patel takut Pakistan menggunakan uang untuk membiayai perang melawan India. Perasaan Gandhi hancur ketika ada permintaan untuk mengirim balik warga Muslim ke Pakistan. Saat itu pemimpin Hindu dan Muslim frustasi karena tidak mencapai kesepakatan. Gandhi kemudian mengeluarkan pernyataan di Delhi untuk menghentikan seluruh kekerasan dan membayar 25juta rupee kepada pakistan. Gandhi takut ketidakstabilan dan ketidakamanan di Pakistan dapat meningkatkan kemarahaan untuk melawan India dan kekerasaan akan menyebar di seluruh perbatasan. Beliau juga menyadari akan kemungkinan Muslim dan Hindu untuk melakukan perang sipil di India.
Setelah melalui perdebatan yang panjang dan emosional, Gandhi menolak untuk memindahkan warga ke Pakistan dan akhirnya pemerintah membayar ke Pakistan. Pemimpin komunitas Hindu, Muslim, Sikh dan beberapa aliran kepercayaan lainnya menjamin bahwa mereka akan meninggalkan kekerasaan dan menjalankan perdamaian.


2.2.5 Pembunuhan Mahatma gandhi
Tanggal 30 Januari 1948, Mahatma Gandhi tertembak dan meninggal dunia dalam perjalanan publik malam di New Delhi. Pembunuhnya adalah Nathuram Godse, seorang penganut Hindu Radikal yang kesal karena menganggap Gandhi sebagai penyebab India membayar ke Pakistan. Memorial Gandhi di New Delhi berisi prasasti bertuliskan “He Ram” atau bisa diartikan “Oh God”. Banyak yang percaya bahwa itu adalah kata terakhir yang diucapkan oleh Mahatma gandhi ketika tertembak.

2.3 Ajaran-Ajaran Kepemimpinan Mahatma Gandhi
Perjuangan Gandhi untuk meraih kemerdekaan India tidak lepas dari ajaran-ajarannya yang ia praktekkan dalam hidupnya. Gandhi dalam menjalankan aksi perlawanannya selalu mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan sebagai basis dasar gerakannya. Beberapa gerakan tersebut antara lain sebagai berikut :
2.3.1 Ahimsa
Secara harafiah ahimsa berarti tidak menyakiti, tetapi menurut Gandhi pengertian seperti itu belum cukup, menurutnya ahimsa berarti menolak keinginan untuk membunuh dan tidak membahayakan jiwa, tidak menyakiti hati, tidak membenci, tidak membuat marah, tidak mencari keuntungan diri sendiri dengan memperalat serta mengorbankan orang lain.
Gandhi memandang ahimsa dan kebenaran ibarat saudara kembar yang sangat erat, namun membedakannya dengan jelas bahwa ahimsa merupakan sarana mencapai kebenaran, sedangkan kebenaran sebagai tujuannya. Pengertian ahimsa sebagai suatu sarana, berarti tidak mengenal kekerasan untuk mencapai kebenaran, baik dalam wujud pikiran, ucapan maupun tindakan. Justru kebalikannya, ahimsa harus dapat menciptakan suasana membangun, cinta dan berbuat baik kepada orang lain meskipun orang lain itu pernah menyakitinya, bahkan terhadap musuhnya sekalipun.
Dalam konsep ahimsa, tampaknya Gandhi menuntut adanya suatu kepribadian utuh yang tidak hanya dilakukan pada satu bagian saja, artinya satunya pikiran, ucapan, dan tindakan harus berjalan seirama. Untuk menerapkan ahimsa dalam kehidupan sehari-hari tidak mudah. Gandhi mengandaikan bahwa ahimsa sebagai sarana, tak ubahnya seperti orang yang berjalan pada seutas tali, yakni dibutuhkan pemusatan pikiran secara penuh agar dapat melintasinya. Demikian pula untuk menyadari kebenaran melalui ahimsa dibutuhkan upaya yang tak henti-hentinya. Jadi ahimsa adalah dasar dan pedoman bertindak untuk mencari kebenaran. Bagi pencinta dan pembela kebenaran harus bersifat dinamis, artinya tidak boleh cepat puas dengan hasil yang dicapainya.

2.3.2 Satyagraha
Satyagraha adalah kata Sanskerta yang merupakan gabungan dari kata satya dan agraha yang berasal dari akar kata grah yang berarti menangkap, mencengkeram, memegang, bergulat dengan. Secara harfiah satyagraha berarti suatu pencarian kebenaran dengan tidak kenal lelah dan suatu ketepatan hati untuk mencapai kebenaran. Berpegang teguh pada kebenaran artinya satyagraha merupakan jalan hidup seseorang yang berpegang teguh pada Tuhan dan mengabdikan seluruh hidupnya pada Tuhan. Karena jalan satu-satunya untuk mencapai tujuan ini adalah cinta atau ahimsa. Maka satyagraha juga berarti mengejar tujuan yang benar dengan sarana ahimsa. Satyagraha mengambil bentuk tindakan dengan sikap non-violence berdasarkan ahimsa. Tindakan tersebut secara praktis dapat dilaksanakan dengan :
1.      Civil Disobedience (ketidakpatuhan sipil) berarti melanggar hukum yang dipandang tidak adil, misalnya hukum pajak yang pernah diterabas Gandhi dan para pengikutnya pada tahun 1919. Ketidakpatuhan sipil ini membutuhkan keberanian untuk menanggung segak sanksi hukum, meskipun dipenjara, sebagai akibat ketidakpatuhannya harus diterima dengan senang hati dan gembira.
2.      Non-Cooperation, berarti menolak mengambil bagian dalam sistem yang tidak adil. Gerakan ini lebih bersifat terbuka bagi umum yang dapat dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat, karena mencakup pada pemogokan sekolah-sekolah, perusahaan-perusahaan dan tugas-tugas pemerintahan. Non-cooperation tidak ditujukan pada seseorang, melainkan ditujukan kepada sistem yang tidak adil, yang menyebabkan banyak orang menderita. Pada dasarnya, tujuan pahlawan itu untuk meminta perubahan struktur yang menindas.
3.      Puasa, yaitu pengendalian diri agar menghasilkan kewaspadaan dan sikap hormat pada orang lain. Puasa membuat sesseorang tidak hanya mengenali kecenderungan-kecenderungan batinnya sampai yang paling lembut sekalipun, dengan puasa seseorang juga dapat semakin memurnikan intensitasnya. Puasa dimaksudkan untuk menyadarkan orang-orang yang melakukan kesalahan, hal itu pernah dilakukan Gandhi dalam masalah penyelesaian antara pemilik perusahaan tenun dengan para buruhnya di Ahmedabad.

2.3.3 Swadesi
Pengertian swadesi adalah cinta tanah air sendiri, cara mengabdi kepada masyarakat yang sebaik-baiknya adalah mengabdi kepada lingkungannya sendiri lebih dahulu. Gandhi secara jelas memberikan urutan swadesi ini, yaitu pengabdian diri untuk keluarga,  pengorbanan keluarga untuk desa, desa untuk negara, dan negara untuk kemanusiaan. Maksud Ghandi agar swadesi ditaati untuk menciptakan ketentraman dunia, sedangkan pengingkaran terhadapnya mengakibatkan kekacauan. Pelaksanaan swadesi ini antara lain sebisa-bisanya agar membeli segala keperluan dari dalam negeri dan tidak membeli barang-barang import, bila barang-barang tersebut dapat dibuat dalam negeri sendiri.
Melihat situasi dan kondisi waktu itu memungkinkan untuk melaksanakan anti import barang- barang asing sebagai protes dan boikot terhadap kaum penjajah. Situasi dan kondisi sekarang sudah berbeda. Sekarang era globalisasi dimana antara satu negara dangan negara yang lain sudah tidak ada batas dalam berbagai macam  bidang, termasuk bidang ekonomi dan perdagangan. Suatu negara yang menutup diri terhadap negara lain maka akan diisolir atau dikucilkan oleh dunia. Jadi kerjasama antar negara tidak bisa dihindarkan lagi. Unsur positif dari swadesi yang bisa dipetik adalah agar suatu bangsa tidak tergantung sepenuhnya pada negara lain atau pada suatu badan dunia seperti IMF misalnya, karena masing –masing negara mempunyai kedaulatan untuk menentukan kesejahteraan bangsanya.
2.3.4 Hartal
Hartal  adalah semacam pemogokan nasional, toko-toko dan urusan dagang ditutup sebagai protes politik, para pekerja melakukan pemogokan. Pertama kalinya Gandhi memutuskan untuk menentang pemerintah kolonial Inggris di India. Ia memutuskan melaksanakan dengan hartal. Ia mengatakannya suatu hari agar kegiatan dagang dihentikan, toko-toko tutup, pekerja-pekerja mogok. Hartal ini merupakan permulaan dari perjuangan selama 28 tahun, yang akhirnya dapat mengakhiri penjajahan Inggris atas bangsa India. Hartal dilakukan oleh rakyat India sebagai sebuah protes politik, namun hari-hari mogok itu dihabiskan dengan berpuasa dan kegiatan keagamaan lainnya. Situasi dan kondisi waktu itu memungkinkan dilakukannya  hartal secara efektif, untuk memboikot tindakan sewenang-wenang kaum penjajah. Pada situasi dan kondisi sekarang, dampak hartal akan berbeda. Pemogokan di bidang ekonomi akan membuat perekonomian suatu negara menjadi lumpuh, dan merugikan negara itu sendiri. Demikian pula pemogokan di bidang medis akan membahayakan nyawa banyak orang yang sedang dirawat dan membutuhkan pertolongan segera.

2.4 Prinsip Dan Nilai-Nilai Kemanusiaan Yang Dianut Oleh Mahatma Gandhi
Gandhi menjadikan ashram (tempat atau wilayah) yang dibangunnya sebagai tempat eksperimen dari ajaran-ajaran, prinssip-prinsip atau nilai-nilai kemanusiaan yang dianutnya, ternyata eksperimennya itu dapat diterapkan dan terbukti berhasil menciptakan masyarakat ideal yang anti kekerasan. Ajaran, prinsip atau nilai-nilai kemanusiaan itu dituangkan dalam bentuk peraturan hidup (etika) di ashram yang jumlahnya 11 butir (ekadasavrata) yaitu :
2.4.1 Sat (Kebenaran)
Istilah Sat merupakan dasar dari kata satya yang artinya ada atau kebenaran. Bahkan mengartikan Kebenaran sebagai Tuhan. Ada merupakan suatu konsepsi tentang peristiwa-peristiwa dalam hidup, yang dialami dan rasakan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa hidup itu benar-benar ada, nyata dan bukan impian.Yang nyata dan yang ada itu semata-mata adalah kebenaran.
Dalam komunitas ashram, kebenaran tidak hanya dalam pengertian berkata jujur atau tidak berdusta, melainkan harus terdapat pada semua segi, yakni pikiran, ucapan dan tindakan. Mengejar kebenaran merupakan bhakti sejati (pengabdian) yang mengarahkan orang kepada Tuhan. Bagi Gandhi, kebenaran adalah Tuhan itu sendiri, sehingga pencarian dan pengabdian atas kebenaran dengan sendirinya mengandung arti sebagai pengabdian dan pencarian atas Tuhan. Dharma atas kebenaran tersebut haruslah ditempuh melalui sikap nirbaya (keberanian), keuletan, dan sikap tidak mudah menyerah.
Penekanan kepada kebenaran sebagai bhakti merupakan nilai normatif yang harus dijalankan oleh setiap warga dalam ashram. Pengertian Kebenaran dalam perspektif Gandhi mengandung keselarasan dari tiga unsur yaitu pikiran, ucapan dan tindakan. Keselarasan dari ketiga unsur tersebut menjamin terselenggaraannya kehidupan setiap warga dalam ketaatan pada kehidupan.
2.4.2 Ahimsa (Kasih Sayang)
Pengabdian kepada kebenaran harus tetap mengandalkan sikap ahimsa (kasih sayang) terhadap sesama sekaligus terhadap makhluk lainnya. Ahimsa mengandung pengertian “tidak menyakiti”. Bagi Gandhi (1981: 40) makna harfiah ahimsa tersebut merupakan suatu sikap tidak menyakiti manusia mana pun, baik pikiran, ucapan maupun tindakan, sekalipun konon untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Pemahaman ini pada dasarnya memberikan suatu perspektif baru mengenai perilaku tidak menyakiti manusia lain, yaitu bahwa manusia harus menghindarkan diri dari setiap kegiatan yang membuat orang merasa tersakiti, baik secara fisik maupun secara psikis. Setiap perilaku yang berujung pada proses untuk menyakiti orang lain dengan sendirinya harus ditolak. Inilah bagi Gandhi sebagai intisari dari ajaran ashram.
Prinsip ahimsa ini harus dijalankan dalam aktivitas keseharian manusia, utamanya dalam kehidupan dalam ashram. Prinsip ini merupakan bentuk dari dasar bagi pencegahan terjadinya konflik dalam masyarakat, karena konflik tersebut muncul oleh perilaku menyakiti manusia lain dengan cara apapun. Apabila setiap anggota masyarakat mematuhi prinsip ini niscaya konfiks yang muncul dapat di minimalisir.
2.4.3 Brahmacarya
Pada dasarnya Brahmacarya mengandung pengertian sebagai suatu sikap yang harus disesuaikan dengan proses pencairan Brahma, yakni kebenaran. Secara etimologi, makna tersebut berasal dari kata Brahma yang berarti kebenaran, dan charya yang diartikan sikap. Jadi Brahmacarya lebih ditekankan pada perilaku dari setiap manusia untuk selalu bersikap sesuai dengan kebenaran itu sendiri.
Brahmacarya dikemukakan oleh Gandhi disadari memang berbeda dengan kata brahmacarya yang berkembang di India pada umumnya. Brahmacarya diartikan sebagai kesucian yang mutlak melalui penguasaan terhadap nafsu hewaniah. Bagi Gandhi, Brahmacarya sebagai suatu prinsip ketiga dalam ashram lebih dari sekedar penguasaann nafsu hewani, melainkan juga mencakup penguasaan terhadap indria yang terdapat di dalam diri manusia.
Dalam pengertian ini Gandhi membuat suatu pemahaman bahwa dengan tidak melayani kebutuhan indra, maka benda-benda indra itu akan hilang dengan sendirinya, tetapi rasa rindu terhadap benda-benda tersebut akan tetap muncul. Rasa rindu tersebut akan sirna dengan sendirinya dengan usaha untuk selalu mendekatkan diri pada Brahmacarya yang di pahami oleh Gandhi.
2.4.4 Penguasaan Rasa lidah
Prinsip ini berhubungan sangat erat dengan Brahmacarya, karena penguasaan rasa lidah pada dasarnya merupakan perilaku yang membantu tercapainya kualitas kemanusiaan menuju pada brahma. Penguasaan terhadap lidah terjadi dalam banyak hal salah satunya berkaitan dengan upaya untuk menghindarkan diri dalam berbagai bentuk makanan secara berlebihan, baik soal selera makanan maupun mengubah orientasi makanan menjadi suatu kenikmatan .
Dengan demikian, arti makan sekadar sebagai sarana bukan tujuan hidup manusia. Oleh karena itu setiap penghuni ashram diharapkan menghindarkan diri makan daging dan alcohol serta makanan yang membangkitkan nafsu. Mengkonsumsi makanan yang telah ditentukan merupakan iktihar dari setiap warga dalam ashram untuk tidak memenuhi tuntutan duniawi semata-mata.
2.4.5   Asteya (Tidak mencuri)
Prinsip tidak mencuri merupakan suatu prinsip kelima yang harus dijalankan oleh warga ashram. Tindakan mencuri merupakan sebuah pantangan bagi orang yang memperjuangkan dan membela kebenaran. Mencuri merupakan suatu tindakan yang merugikan orang lain, minimal ia menyakiti orang lain karena kehilangan harta miliknya. Tindakan mencuri adalah perilaku yang merusak sosialitas dalam ashram, karena akan memunculkan sikap yang saling curiga. Jika di diamkan hanya akan melahirkan suatu tidak kondusif bagi perjalanan selanjutnya dan perjalanan kehidupan di ashram.
Prinsip ini merupakan suatu upaya untuk menghindarkan diri dari nafsu untuk menguasai sesuatu yang bukan menjadi milik haknya. Andaikata setiap orang memiliki dan menjalankan prinsip-prinsip ini, maka keserakahan yang biasanya menjadi realitas dapat diminimalisir bahkan di hentikan potensi perkembangannya
2.4.6        Aparigraha (Memilih hidup dalam kesederhanaan)
Prinsip ini merupakan pengembangan lebih luas dari prinsip asteya, yaitu upaya manusia warga ashram untuk menghindarkan diri kepemilikan barang atau benda yang tidak di perlukan sekaligus yang bukan menjadi miliknya. Melalui prinsip ini pula , Gandhi membuat suatu permakluman bahwa setiap warga dilarang untuk menyimpan suatu keperluan masa yang akan datang. Pelarangan ini mengandung arti agar setiap orang mempunyai kesempatan untuk memeperoleh bagian, dan tidak terjadinya suatu monopoli barang atau yang dapat merusak hubungan antar warga. Monopoli hanya akan menimbulkan kecemburuan sosial dan sekaligus kesenjangan sosial dalam sosialitas pada ashram.
     Prinsip ini sesungguhnya merupakan suatu sikap mental agar setiap warga ashram memiliki kemampuan untuk saling memerhatikan sesama, tidak serakah dan tidak terlalu menjadikan hidup itu suatu orientasi kepada kebutuhan-kebutuhan fisik saja.
Disini juga di tekankan pada sosialisme, Sosialisme adalah suatu kata yang indah dan sejauh dari apa yang disadarinya, dalam paham sosialisme semua anggota masyarakat sama, tidak ada yang rendah dan tidak ada yang tinggi.
2.4.7        Karya pangan
Prinsip ini berkaitan dengan prinsip asteya yang menekankan pada dan aparigraha. Prinsip karya tangan merupakan suatu upaya untuk memenuhi sikap hidup yang mengutamakan asteya dan aparigraha, yaitu dengan menjalankan usaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri, usaha mandiri tanpa melakukan pencurian, penaataan asteya dan aparigraha hanya dapat ditunjang dengan melaksanakan karya pangan.
Pemenuhan kebutuhan sendiri melalui karya pangan merupakan suatu kewajiban moral bagi setiap warga yang sehat. Kewajiban ini merupakan suatu prinsip hidup agar tidak menguntungkan dirinya dan warga ashram terhadap orang lain. Karya pangan menjadi wujud dari bentuk kemandirian, konsekuensi logisnya menjadi suatu kekuatan bagi tumbuhnya masyarakat sipil dengan kemampuan untuk mengelola dan mencukupi kebutuhan sendiri.
2.4.8        Swadesi
Pada dasarnya mengandung suatu pengertian bahwa manusia bukanlah makhluk yang memiliki kekuasaan penuh. Manusia masih memiliki batas-batas kekuasaan yang membuat dirinya memiliki banyak kelemahan. Atas dasar ini, pengabdian manusia kepada masyarakat sebaik-baiknya hanya dapat dilaksanakan ketika mereka melakukan pengabdian kepada lingkungannya sendiri lebih terdahulu.
Dalam konteks ini Gandhi memberikan urutan pemenuhan swadesi melalui pengabdian diri untuk keluarga, pengorbanan keluarga untuk Desa, desa untuk Negara, dan Negara untuk kemanusiaan. Urutan tersebut mengindikasikan bahwa pengabdian paling utama bagi warga ashram untuk pengabdian bagi kemanusiaan. Kemanusian menjadi inti semua bentuk pengabdian, melalui pengabdian ini maka diharapkan setiap warga memiliki kepekaan sosial atas setiap bentuk penderitaan sekaligus upaya melakukan pembebeasan umat manusia dari setiap penindasan dan ketidakadilan.
2.4.9        Nirbaya ( Tidak mengenal takut)
Situasi politik yang tidak menentu ditengah penindasan masyarakat India akibat kekejaman colonial, membuat Gandhi menganjurkan suatu anjuran Nirbaya, yaitu suatu sikap untuk tidak pernah mengenal rasa takut, terhadap kekuatan apapun. Prinsip ini melahirkan suatu semangat yang sangat luar biasa bagi warga ashram untuk menunjukan keberanian dan jiwa patriotismenya melawan pemerintahan colonial Inggris. Bagi Gandhi setiap warga India harus di hilangkan perasaan takutnya untuk berani berbicara dan berpendapat di muka umum, sekalipun menuntut di hilangkannya ketidak adilan bagi warga.
Rasa takut yang diajurkan oleh Gandhi hanyalah rasa takut kepada Tuhan. Untuk menemukan rasa takut itu dan menghilangkan rasa takut tersebut. Gandhi menganjurkan agar di mulai dengan penaklukan rasa takut dalam diri sendiri. Penaklukan tersebut pada akhirnya akan menghilangkan rasa takut dari luar.
2.4.10    Menghapuskan Rasa Emoh bersentuhan
Prinsip ini pada dasarnya merupakan bentuk penghapusan kelas-kelas sosial dalam masyarakat Hindu di India selama ini dalam masyarakat Hindu di India terjadi persoalan yang mendasar berkaitan dengan pengeliminisasian dan peminggiran kelas-kelas sosial tertentu berdasarkan kelahiran dan keturunan, atau yang disebut dengan kasta. Kasta yang lebih tinggi seolah lebih mulia sehingga dilarangdilarang bersentuhan dengan kasta yang lebih rendah. Realitas ini bagi Gandhi dianggap bertentangan dengan prinsip ahimsa dengan kodrat manusia yang dilahirkan dalam keadaan suci.
Prinsip ini mengandung suatu bentuk penghargaan atas kodrat kemanusiaan sebagai makhluk yang sederajat, tidak boleh terjadi berbagai bentuk diskriminasi dalam bentuk apapun. Prinsip ini seolah mengindikasi suatu bentuk jaminan bagi demokrasi dalam masyarakat yang liberal yang memiliki prinsip : netralitas, kebebasan, dan kesetaaraan dalam berbagai bidang.
2.4.11    Toleransi
Toleransi merupakan prinsip terakhir dalam ashram. Toleransi merupakan perluasan dari sikap hidup tidak melakukan proses diskriminasi dalam masyarakat. Artinya dalam masyarakat ashram yang berasal dari berbagai komunitas yang menjalankan prinsip toleransi dan tidak saling membeda-bedakan terhadap agama-agama yang ada. Gandhi berpandangan bahwa semuanya mengandung wahyu kebenaran, namun kerena agama-agama tersebut garis besarnya dibuat oleh manusia yang tidak sempurna, maka keyakinan-keyakinan itu dipengaruhi oleh ketidaksempurnaan tersebut dan kebenaran tersebut menjadi tidak mutlak keberadaannya.
Kalau ditinjau lebih mendalam, pada dasarnya ketidaksamaan tersebut memberikan sikap Gandhi agar setiap manusia mengembangkan sikap toleransi, yakni menghormati keyakinan-keyakinan yang dianut oleh orang lain.

2.5    Gaya Kepemiminan Mahatma Gandhi
Gaya kepemimpinan dapat dikatakan sebagai batasan atau norma perilaku pemimpin selama proses mempengaruhi orang lain. Masing-masing pemimpin akan menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan karakter pemimpin dan situasi dalam kelompoknya (konteks organisasional). Dalam hal ini, gaya kepemimpinan Mahatma Gandhi tersebut dapat dikatakan sebagai gaya kepemimpinan karismatik. 
Gaya kepemimpinan karismatik merupakan salah satu gaya kepemimpinan yang mampu membuat suatu perubahan besar terhadap bawahannya didasarkan pada pengaruh yang dilakukannya, yang mana pemimpin menciptakan atmosfir motivasi atas dasar komitmen dan identitas emosional terhadap visi, filosofi, dan gaya kepemimpinannya ke dalam diri bawahannya. Bahkan sebagian orang memandang pemimpin karismatik sebagai pahlawan atau sosok yang menginspirasi bawahannya, sekalipun dirinya sudah meninggal dunia. Dengan demikian, seorang pemimpin yang dianugerahi kekuatan karismatik dan kemampuan untuk memotivasi orang lain cenderung lebih mudah untuk menggerakkan bawahannya agar mencapai kinerja yang optimal. Pemimpin tersebut akan diterima dan dipercaya sebagai orang yang dihormati dan ditaati secara sukarela, sehingga bawahannya akan mematuhi dan meniru pandangan pemimpin tanpa atau dengan sedikit perubahan. Berdasarkan penjelasan tersebut, gaya kepemimpinan karismatik Mahatma Gandhi ditunjukkan dengan adanya pengaruh ajaran Satya dan Ahimsa yang kuat terhadap rakyat India dan orang-orang di luar India, sehingga mampu memotivasi dan menginspirasi mereka untuk memperjuangkan kemerdekaannya dengan menerapkan prinsip-prinsip yang telah diajarkannya. Gandhi menyelipkan visi misi dan filosofi hidup ke dalam tujuan-tujuan ideologisnya dengan menggunakan daya tarik pribadinya (kekuatan karismatik), sehingga Gandhi mampu menghubungkan visi kelompok dengan nilai-nilai, cita-cita dan aspirasi rakyat India yang mengakar kuat ke dalam komitmen dan identitas emosional para pengikutnya. 
Hasil dari penerapan gaya kepemimpinan Gandhi terhadap orang yang dipimpinnya dapat diuraikan sebagai berikut :
2.5.1 Menyampaikan sebuah visi yang menarik
Gandhi mengajukan visi yang mampu menginspirasi pengikut dan orang lain yang mengenalnya. Selama perjuangan kemerdekaan India, Gandhi memiliki visi “Menegakkan Kebenaran Tanpa Kekerasan” (Prinsip Satyagraha-Ahimsa). Pada dasarnya, tipe pemimpin karismatik dibedakan menjadi dua tipe yaitu karismatik visioner dan karismatik di masa krisis. Berdasarkan visi tersebut, Mahatma Gandhi cenderung memiliki gaya kepemimpinan karismatik visioner, dimana dirinya memiliki pandangan yang jauh ke depan untuk bangsanya dan mencapai tujuan tersebut melalui penerapan prinsip Satyagraha-Ahimsa.
2.5.2 Menggunakan bentuk komunikasi yang kuat dan ekspresif saat mencapai visi itu
Bentuk komunikasi Gandhi memiliki daya tarik pribadi (kekuatan karismatik) tersendiri bagi orang yang dipimpinnya. Para pengikutnya memandang Gandhi berani mengekspresikan karakter pribadinya yang sangat inspiratif dan mampu menciptakan pengaruh yang kuat saat mengajarkan prinsip-prinsip hidupnya kepada para pengikutnya. Gaya komunikasi tersebut pun mampu mengantarkan Gandhi mencapai visinya, misalnya saat Gandhi menulis surat kepada pemerintahan Inggris di Afrika Selatan dan menulis di surat kabar dengan menggunakan gaya bahasa yang komunikatif, sehingga para pembaca (penguasa) tersentuh dengan tulisan Gandhi.
2.5.3 Mengambil resiko pribadi dan membuat pengorbanan diri untuk mencapai visi itu
Pengorbanan diri dan pengambilan resiko yang dilakukan Gandhi untuk mencapai visi ditunjukkan dengan keberanian untuk melawan penguasa melalui gerakan perlawanan pasif-nonkooperatif melawan hukum diskriminatif, serta melakukan aksi “demonstrasi damai” dan mogok kerja yang diikuti oleh ribuan rakyat India.
2.5.4 Menyampaikan harapan yang tinggi dan memperlihatkan keyakinan kepada pengikutnya
Harapan-harapan Gandhi tersebut disampaikan melalui ajaran-ajarannya yang mampu membangkitkan semangat dan keyakinan bagi para pengikutnya, seperti yang telah dicontohkan di atas. Gandhi juga diberkahi keyakinan diri dan ketenangan. Keyakinan yang kuat dalam diri Gandhi ditunjukkan melalui sikapnya yang tidak pernah takut terhadap ancaman apapun dengan mengatakan, “Jika Tuhan telah melindungi dari dalam, maka perlindungan dari luar tidak diperlukan.” Hal tersebut berhasil menciptakan keyakinan yang kuat dalam diri para pengikutnya untuk mencapai harapan tersebut.
2.5.5 Pembuatan role model dari perilaku yang konsisten dari visi tersebut
Gandhi pun menjadi role model bagi para pengikutnya, apapun yang dikatakan dan dilakukan akan ditiru dan dilaksanakan oleh para pengikutnya. Para pengikut tersebut memandang perilaku dan ucapan Gandhi sebagai bentuk perilaku yang konsisten akan visi mereka. Salah satu contohnya adalah saat Gandhi menerapkan ajarannya untuk melawan penjajah Inggris dengan cara menggabungkan prinsip Satyagraha dan Ahimsa, sehingga terbentuklah militant-tanpa kekerasan, perang tanpa kekerasan. 
2.5.6 Mengelola kesan pengikut terhadap pemimpin
Perilaku dan ajaran yang disampaikan oleh Gandhi tersebut mampu mendorong para pengikutnya tergabung dalam gerakannya secara sukarela. Bahkan seorang Mahatma Gandhi pun mampu mengubah Motilal Nehru yang terbiasa dengan kemegahan menuju sifat kesederhanaan. Karisma yang diberikan Gandhi tersebutlah yang mampu membuat para pengikutnya merasa terkesan sehingga mengikuti setiap ajarannya. Hal tersebut juga ditegaskan dalam tulisan Copley (1987) yang mengatakan, “Pengaruh moral Gandhi terhadap para pengikutnya sangat menakjubkan.
2.5.7 Membangun identifikasi dengan kelompok atau organisasi
Gandhi membangun identifikasi kelompok melalui sikap nasionalisme dan patriotis kepada para pengikutnya melalui pandangannya tentang kemerdekaan India. Gandhi menyatakan bahwa kemerdekaan tersebut merupakan milik semua orang India, terlepas dari ras, agama, kasta atau warna yang berbeda, karena semua rakyat India hidup dalam persahabatan yang sempurna serta berhak memperjuangkan dan menikmati kemerdekaan tersebut. Pada akhirnya, hal tersebut pun mampu menyatukan rakyat India.
Kelebihan Kepemimpinan Karismatik Mahatma Gandhi
1.      Bersifat visionary, inspirational, decisive, performance oriented, dan high levels of personal integrity.
2.      Karisma (daya tarik) yang ditunjukkan Gandhi mampu mengubah pandangan atau perilaku dari bawahannya serta menggerakkan mereka menuju visi yang telah disampaikannya. Hal tersebut membuat Gandhi berhasil menyatukan rakyat India untuk memperjuangkan hak-haknya dan meraih kemerdekaan (menegakkan kebenaran tanpa kekerasan).
3.      Gandhi dapat menjalankan visi misi kelompok melalui perilaku kepemimpinannya serta mampu menciptakan pengaruh yang memberikan dampak positif bagi para pengikutnya, seperti menginspirasi bawahannya, sehingga memunculkan semangat atau motivasi yang tinggi, dan membuat bawahan menjadi bagian dari kepemimpinan Gandhi.
4.      Sesuai untuk diterapkan dengan latar belakang budaya dan situasi sosial yang sangat berisiko di India saat itu. Gaya kepemimpinan karismatik yang ditunjukkan Gandhi mampu mengatasi persaingan dalam dunia politik, mengobarkan semangat juang saat perang kemerdekaan India, dan saat menghadapi persaingan agama atau krisis yang mengancam bagi kelangsungan hidup rakyat India.
Kelemahan Kepemimpinan Karismatik Mahatma Gandhi
1.      Cenderung mengembangkan kombinasi hubungan pemimpin-bawahan dengan menggunakan atribut-atribut yang disenangi bawahan, sehingga kurang terlihat memberikan delegasi atau wewenang kepada bawahan. Gaya kepemimpinan ini kurang cocok bila diterapkan secara murni dalam dunia pemerintahan atau pucuk pimpinan suatu negara (presiden), sehingga perlu dipadukan dengan gaya kepemimpinan transformasional.
2.      Kurang efektif bila diterapkan dalam kondisi pemerintahan yang sudah melewati masa krisis, karena bawahan juga membutuhkan arahan yang membawa mereka menuju implementasi visi yang mampu memimpin dirinya sendiri dan berbuat lebih dari yang ditargetkan, bukan hanya pandangan pribadi. 
3.      Terkadang Gandhi kurang menyadari dirinya telah menempatkan prinsip hidup atau tujuan pribadi terlalu tinggi sehingga terkesan berada di atas pandangan kelompok. Akibatnya, Gandhi tidak menyadari bahwa dirinya dipandang terlalu membela Muslim hingga seseorang merasa kesal dan berhasil menembaknya.


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengkordinasikan dan mengarahkan beberapa orang serta golongan. Maka pimpinan itu harus mempunyai kemampuan untuk mengkoordinasikan, mengadakan perencanaan, mampu menggerakkan serta dapat melakukan pengawasan. Salah satunya adalah kepemimpinan Mahatma Gandhi. Mohandas Karamchand Gandhi (Mahatma Gandhi) lahir di Porbandar, Gujarat, India pada tanggal 2 Oktober 1869 dan wafat di New Delhi, India pada tanggal 30 Januari 1948 pada umur 78 tahun. Beliau adalah seorang pemimpin spiritual dan politikus dari India yang sangat berpengaruh. Ajarannya menekankan pada perjuangan kemerdekaan harkat hidup manusia dan pemberontakan tanpa menggunakan kekerasan.
Ajaran Gandhi yang pertama adalah Ahimsa. Kata Ahimsa berarti tidak menyakiti. Menurut Gandhi ahimsa berarti menolak keinginan untuk membunuh dan tidak membahayakan jiwa, tidak menyakiti hati, tidak membenci, tidak membuat marah, tidak mencari keuntungan diri sendiri dengan memperalat serta mengorbankan orang lain. Jadi ahimsa adalah dasar dan pedoman bertindak untuk mencari kebenaran. Bagi pencinta dan pembela kebenaran harus bersifat dinamis, artinya tidak boleh cepat puas dengan hasil yang dicapainya.
Ajaran Gandhi kedua adalah Satyagraha adalah kata Sanskerta yang merupakan gabungan dari kata satya dan agraha yang berasal dari akar kata grah yang berarti menangkap, mencengkeram, memegang, bergulat dengan. Secara harfiah satyagraha berarti suatu pencarian kebenaran dengan tidak kenal lelah dan suatu ketepatan hati untuk mencapai kebenaran.
Ajaran ketiga adalah swadesi adalah cinta tanah air sendiri, cara mengabdi kepada masyarakat yang sebaik-baiknya adalah mengabdi kepada lingkungannya sendiri lebih dahulu. Ajaran terakhir ialah Hartal  adalah semacam pemogokan nasional, toko-toko dan urusan dagang ditutup sebagai protes politik, para pekerja melakukan pemogokan.
Sedangkan prinsip atau nilai-nilai kemanusiaan itu dituangkan dalam bentuk peraturan hidup (etika) di ashram yang jumlahnya 11 butir (ekadasavrata) yaitu : Sat (kebenaran), ahimsa (kasih sayang), brahmacarya (penguasaan indera), penguasaan rasa lidah, asteya (tidak mencuri, aparigraha (memilih hidup dalam kesederhanaan), karya pangan, swadesi, nirbhaya (tidak mengenal takut), menghapuskan rasa emoh bersentuhan, toleransi.
Gaya kepemimpinan karismatik Mahatma Gandhi ditunjukkan dengan adanya pengaruh ajaran Satya dan Ahimsa yang kuat terhadap rakyat India dan orang-orang di luar India, sehingga mampu memotivasi dan menginspirasi mereka untuk memperjuangkan kemerdekaannya dengan menerapkan prinsip-prinsip yang telah diajarkannya. Gandhi menyelipkan visi misi dan filosofi hidup ke dalam tujuan-tujuan ideologisnya dengan menggunakan daya tarik pribadinya (kekuatan karismatik), sehingga Gandhi mampu menghubungkan visi kelompok dengan nilai-nilai, cita-cita dan aspirasi rakyat India yang mengakar kuat ke dalam komitmen dan identitas emosional para pengikutnya. 

3.2  Saran
Membangun masyarakat teladan yang ideal, seperti telah disebutkan di atas, adalah membangun setiap subjek atau manusianya, dan pembangunan manusia tidak dapat lain, kecuali menanamkan pendidikan budi pekerti dan moralitas sejak anak-anak, menjauhkan dari kebencian, kekerasan, iri hati, kesederhanaan, disiplin diri, sembahyang, puasa, dan penghargaan. Dalam kalimat yang singkat adalah menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati dan universal. Bila aturan hidup, disiplin, nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang diajarkan Gandhi diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia, maka niscaya masyarakat anti kekerasan akan dapat diwujudkan, dengan demikian ancaman terorisme dan sejenisnya yang diekspresikan melalui tindak kekerasan dapat diatasi dan dicegah sedini mungkin.


DAFTAR PUSTAKA 


Mahendra, Oka. 2001, Ajaran Hindu Tentang Kepemimpinan, Konsep Negara dan Wiweka. Denpasar : Manik Geni
Suhardana, K.M. 2008, Niti Sastra Ilmu Kepemimpinan Atau Management Berdasarkan Agama Hindu. Surabaya : Paramita
Wirawan, A.A Bagus, dkk. 1995, Dharma Agama dan Dharma Negara. Denpasar : BP
Wisarja, I Ketut. 2007, Gandhi Dan Masyarakat Tanpa Kekerasan. Surabaya : Paramita


Kepemimpinan Mahatma Gandhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1     Latar Belakang Niti Sastra berasal dari kata Niti dan Sastra. Kata Niti yang berasal dari bahasa Sansk...